Untuk informasi seputar review film dan info perfilman, silakan kunjungi RajaSinema

Menjaga Dawai-dawai Kebhinekaan dalam Perspektif Kultural

Photo by fauxels from Pexels

Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda tetapi satu jua. Kebhinekaan sudah menjadi takdir bagi bangsa Indonesia. Berbeda suku, agama, ras dan budaya seharusnya bisa menjadi kekuatan utama bangsa. Di era perkembangan teknologi sekarang ini, setiap orang mudah untuk mengekspresikan diri melalui media sosial. Terkadang, bahasan yang menyangkut perbedaan kerap menjadi isu yang paling sensitif dan menarik untuk dijadikan viral. Lalu bagaimana seharusnya kita menjaga anugerah kebhinekaan yang sudah Tuhan berikan untuk bangsa ini?

Apa itu Kebhinekaan?

Kebhinekaan secara sederhana bisa diartikan keanekaragaman. Tuhan menciptakan makhluknya memang berbeda dengan tujuan saling mengenal. Potensi keanekaragaman bangsa Indonesia terbilang besar. Terdiri lebih dari 30 provinsi yang memiliki adat dan budaya masing-masing menjadi salah satu harta terbesar bagi bangsa.

Menjadi Batak adalah takdir tapi menjadi baik adalah pilihan. Tak ada suku yang paling baik yang ada adalah manusia dan bangsa yang baik. Oleh karena itu, kebhinekaan yang ada harus kita rawat dan jaga agar tetap menjadi identitas bangsa Indonesia. Satu hal yang tak boleh hilang adalah keanekaragaman budaya.

Budaya tumbuh dari kebiasaan yang dilakukan terus menerus yang pada akhirnya menjadi ciri khas. Pada perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia tahun ini di Istana Negara, Presiden Jokowi meminta seluruh tamu undangan agar menggunakan busana daerah. Ini salah satu contoh menjaga kebhinekaan bangsa dari perspektif kultural yang bisa dilihat dari kasat mata. Selain itu juga bisa dilakukan dengan cara seni pertunjukkan atau media film.

Budaya tidak hanya dilihat dari aspek yang kasat mata melainkan juga ditunjukkan dari sikap yang Pancasilais. Menghormati dan menghargai budaya daerah lain pun menjadi salah satu cara untuk menjaga kebhinekaan.

Apresiasi Budaya

Pada prinsipnya kebutuhan tertinggi manusia adalah apresiasi. Ketika Presiden Jokowi memberikan apresiasi busana daerah terbaik di perayaan kemerdekaan Istana Negara kemarin, saya betul-betul terharu. Ini contoh bagi generasi bangsa bagaimana kita bersikap untuk tidak merasa paling tinggi dengan memberikan pujian pada orang lain.

Contoh lain dari Apresiasi Budaya adalah melalui film. Penyelenggaraan Festival Film Bandung (FFB) yang tahun ini mencapai usia 30 tahun adalah salah satu contohnya. FFB konsentrasi memberikan apresiasi terhadap film-film yang menjunjung tinggi persatuan bangsa, kebhinekaan, budaya lokal serta hal-hal lain yang menunjukkan keIndonesian yang kental.

Budaya bangsa yang beranekaragam perlu kita rawat dan lestarikan dengan berbagai langkah. Di sinilah perlunya peran pemerintah memberikan edukasi dan wawasan lebih terhadap masyarakat.

Meski begitu, sebagai bangsa yang "bergaul", kita pun tidak boleh menutup diri dari pengaruh budaya luar. Hanya saja, kita perlu memahami proses akulturasi budaya dengan baik. Sederhananya, budaya luar yang buruk kita tinggalkan, yang baiknya bisa kita adopsi untuk menambah kekayaaan budaya bangsa.

Budaya bangsa yang senantiasa kita jaga akan berefek pada identitas bangsa yang semakin kuat. Kita melihat Indonesia yang beranekaragam sebagai suatu bangsa yang berdaulat. Mandiri dalam hal kekayaan budaya serta bangga terhadap harta budaya yang dimiliki.

Mengakhiri tulisan ini, ada satu pernyataan yang mungkin bisa menjadi perenungan kita semua.

Ada banyak cara untuk merdeka, tapi hanya satu cara untuk menjadi terjajah. Yaitu saat nurani kita berikan pada orang lain.

Salam Bhineka! Kita Indonesia!

Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ke RajaLubis. Tinggalkan jejak dengan mengisi kolom komentar yang ada. Kami tidak memoderasi kolom komentar, jadi silakan re-cek kembali sebelum berkomentar. Hindari komentar dengan memberikan link hidup, sapaan yang salah, dan atau kata-kata kasar.