Untuk informasi seputar review film dan info perfilman, silakan kunjungi RajaSinema

Reuni 15 Tahun Enrichment, Waktu yang Tepat untuk Minta Maaf

Ada semacam tumpukan rasa yang sulit dijelaskan. Bahagia, sedih, terharu, segalanya datang tiba-tiba.

Saat mencoba trial ruang pertemuan online, saya tidak bisa berkata-kata melihat wajah teman-teman Enrich yang nampaknya tidak terlalu banyak berubah. Masih kinyis-kinyis, hehe

Seketika memori kembali ke masa lebih dari 15 tahun yang lalu.

Sebuah masa yang orang-orang bilang, adalah masa-masa terbaik dan terindah dalam hidup. Memberikan cerita dan kenangan tersendiri. Yang baik dan buruknya, akan selalu mendapat satu tempat di hati. Dan takkan pernah tergantikan.

Zulfikar Gazali Sastra, sosok yang menghuni daftar presensi paling akhir, menginisiasi reuni online Enrichment yang sangat disambut baik oleh semua keluarga Enrich. Lebih dari 30 orang dari total 44 bisa meluangkan waktu untuk saling berkabar dan bertegur sapa.

Satu per satu memperkenalkan diri (kembali) dengan waktu yang sangat terbatas, sekitar dua menit per orang.

Saya merasa antusias dan sangat bahagia ketika teman-teman bercerita tentang pasangannya, keluarganya, dan anak-anaknya. Sesuatu yang mungkin belum bisa saya bagikan saat ini. Hiks 😢

Tiba giliran saya untuk bercerita. Sesungguhnya, saya sudah menyiapkan sejuta kata untuk saya bagikan di momen 120 detik tersebut. Tapi entah kenapa, tiba-tiba bibir menjadi kelu untuk menceritakannya. Khawatir justru akan merusak momen bahagia yang sedang dirasakan.

Tapi sebuah perasaan dari hati yang terdalam tidak akan pernah bisa dibohongi. Maka izinkan saya, mencurahkannya di sini. Dan saya dahului dengan permintaan maaf, jika saja tulisan ini malah mengganggu teman-teman.

Baiklah saya mulai!

Ada satu momen yang bertahun-tahun menghantui dan berubah wujud menjadi rasa bersalah. Saya minta maaf tidak bisa hadir saat perpisahaan SMA.

Saya masih ingat, Mega Hendrawaty, teman seurutan dalam absen, menelepon saya berkali-kali meminta saya untuk hadir. Bahkan jika masalahnya hanya soal baju, Mega dan kawan lainnya sudah mempersiapkan.

Terima kasih sudah sepeduli itu!

Tapi inilah yang sesungguhnya terjadi. Beberapa hari sebelum hari H, saya berikan undangan acara perpisahan ke orang tua saya. Tapi mereka saling melempar dan seakan tidak ingin menghadiri perpisahan anaknya.

Sampai satu hari sebelum acara, undangan tersebut tidak pernah direspons. Saya tidak tahu bagaimana harus bersikap.

Semakin bingung dalam menghadapi hari tatkala dua orang guru memanggil saya dan bertanya tentang rencana saya ke depannya.

Saya tidak memiliki jawaban, selain saat itu saya hanya ingin mencoba peruntungan menjadi aktor di Jakarta.

Guru pertama yang memanggil agak menyayangkan dengan jawaban saya. Saya masih ingat perkataan beliau: “Sayang banget kalau nggak kuliah”.

Siapa yang tidak ingin kuliah, saya kira pasti mereka yang lulus SMA, jika punya kesempatan untuk kuliah, pasti mereka akan ambil.

Tapi posisisinya di sini, saya sedang kehilangan peran orang tua untuk diajak diskusi.

Giliran guru kedua yang bertanya. Lagi-lagi saya tidak punya jawaban. Lalu saya diminta untuk ikut SPMB dan biayanya dibayarkan.

Sesungguhnya, saya tidak ingin menjadi beban. Tapi saya kira, ikut SPMB bukan pilihan yang buruk. Maka saya ikutlah seleksi yang dilaksanakan di Cianjur. 

Berangkatnya bareng beberapa kawan Enrich yang sama-sama punya mimpi untuk kuliah. Bedanya, saya seperti seonggok kayu yang hanya mengikuti arus sungai. 

Tekad saya tidak terlalu tinggi, alhasil saya gagal SPMB.

Oia, saya belum sempat mengucapkan terima kasih kepada Dinda dan orang tua yang sudah mencoba memberikan kesempatan untuk saya bisa kuliah di salah satu kampus di Bogor.

Jujur, setelah gagal SPMB, tekad saya kuliah muncul setelah mendapat jalan dari Dinda. Saya mengikuti tes dengan penuh semangat. Ambil jurusan Jurnalistik dan Hubungan Internasional.

Tapi lagi-lagi keadaan di rumah tidak cukup support. Saya tidak tahu apa dan bagaimana hasil tesnya. Konon katanya, pihak kampus sudah menginformasikan hasil tes ke orang tua saya, tapi orang tua saya tidak pernah menginfokannya.

Hingga inilah babak baru dimulai!

Dengan membawa satu tas, saya pergi ke jalan raya. Saya tidak punya tujuan. Saya hanya memejamkan mata untuk beberapa saat. Dan ketika saya membuka mata, bis yang pertama kali melintas, itulah yang akan menjadi tujuan saya.

Terdengar konyol memang. Tapi itulah faktanya. Bis membawa saya ke Bandung. Tidak ada kerabat, teman, atau siapapun yang saya kenal. Saya hanya berdoa kepada Allah, berikanlah jalan terbaik di sini.

Seketika saya teringat perbincangan dengan Igun Mauludi. Ketika Enrichment Award, Igun ketahuan menominasikan saya di kategori ‘Cowok Paling Pintar’. Saya langsung mencegahnya untuk tidak menominasikan saya di kategori tersebut.

Di Enrich, saya tidak cukup pintar”.

Tapi jawaban Igun, pintar bukan cuma soal otak/akademis, ada hal-hal lain yang menurutnya bisa didefinisikan sebagai pintar. Saat itu, mungkin pernyataan Igun hanya sebatas rangkaian kata-kata semata nan sederhana. Tapi kalimat sederhana itu sangat membekas untuk saya.

Ketika orang lain percaya akan diri saya, tiada orang lain lagi yang bisa menguatkannya selain diri saya sendiri.

Dalam kesendirian dan ketiadaan tujuan, saya mencoba tes masuk beberapa kampus swasta di Bandung. Saya nyari yang benar-benar full beasiswa.

Alhamdulillah saya bisa kuliah juga dengan full beasiswa dan juga disediakan asrama. Saya kuliah double degree, siang kuliah Informatika dan malam kuliah Bahasa Inggris.

Tahun ketiga kuliah, saya jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Teman-teman yang melihat saya sekarang, jadi gemuk, mbulet, percayalah, saya pernah berada di fase berat badan hanya 42 kilogram saja.

Karena dirawat di rumah sakit, pihak kampus meminta orang tua saya hadir. Mereka datang terpisah. Membuat teman-teman dan pihak kampus terheran-heran. Saya juga nggak kalah herannya.

Dan baru di sinilah, saya mulai tahu kalau ternyata orang tua saya sudah berpisah (bercerai) sejak saya SMA. Begitu polosnya, sehingga saya tidak pernah sadar akan hal tersebut. Padahal orang tua juga sudah pisah tempat tinggalnya.

Saya diminta pulang dan cuti kuliah. Dan selama sakit saya dirawat oleh teteh, kakak perempuan saya satu-satunya, di rumah ayah. Tapi setiap hari ibu selalu menjenguk saya. 

Dan setelah kakak saya menuntaskan keikhlasannya menjaga dan merawat saya hingga sembuh, beliau dipanggil lebih dulu oleh Allah SWT. Satu hal penting, yang saya ingat darinya, saya harus menuntaskan kuliah hingga lulus dua-duanya.

Saya kembali ke kampus dan mengejar ketertinggalan. Tapi di saat yang bersamaan, meninggalnya teteh saya makin memicu konflik orang tua yang tampaknya belum tuntas pascaperceraian mereka.

Ayah saya pulang ke kampung halamannya, dengan membawa adik saya yang paling kecil yang saat itu masih kelas 5 SD. Sementara adik saya yang di bawah saya, ikut ibunya.

Dan saya? Kembali tersisihkan!

Sudah nggak tahu harus gimana. Saya hanya bisa belajar dan menuntaskan kuliah saja. Walau ke depannya akan jadi seperti apa, saya masih meraba.

Momen wisuda tiba. Semakin sadar, mungkin saya bisa menguat-nguatkan diri untuk tidak berbagi kisah duka, tapi ternyata justru rasanya lebih sakit, ketika kita tidak punya tempat berbagi suka.

Wisuda yang menjadi momen penting, bagi saya hanya momen sepintas lalu. Kenapa harus terulang lagi momen seperti perpisahaan SMA ya Allah?

Tapi Allah Maha Baik. Allah gerakkan hati dan raga ibu saya untuk datang wisuda ke Bandung. I don’t know, gimana saya menjelaskan perasaan saya saat itu.

Satu hal penting yang juga harus saya ceritakan di balik momen wisuda adalah soal tugas akhir saya.

Saya menjadikan Enrichment sebagai objek penelitian dalam tugas akhir saya. Saya membangun website administrator semacam forum diskusi dan komunikasi yang dikhususkan untuk anggota Enrichment. Tapi sayang, sekarang website-nya sudah tidak live lagi.

Terima kasih untuk Baehaki dan Ahadian yang membuat dokumentasi dan menyimpannya dengan rapi, sehingga bisa saya gunakan untuk keperluan tugas akhir. And also buat Rimawan yang web Enrich buatannya secara ototidak, menjadi inspirasi pembuatan tugas akhir ini.

Kalau ditanya alasan kenapa Enrich? Kali ini saya punya jawabannya.

Di saat keadaan di rumah carut marut, silang sengkarut, saya merasa menemukan keluarga baru di Enrichment. Sehingga dengan menghadirkan Enrichment dalam tugas akhir saya, sedikitnya bisa menebus ketidakhadiran saya waktu perpisahan SMA.

Tidak mudah juga untuk saya bisa melakukan katarsis, recalled memory ke relung hati yang paling dalam. Memanggil perasaan jujur dan menuliskannya. 

Karena setiap kali saya coba memanggil memori dan menuliskannya, tangan bisa lancar mengetik. Tapi di setiap satu huruf yang ditekan, ada satu tetes air mata yang keluar.

Saya tidak pernah mengganggap kalau apa yang saya alami adalah yang paling berat. Saya selalu percaya, setiap orang punya medan juangnya sendiri.

Ada yang diuji dengan pendidikannya, ada yang diuji dengan karirnya, ada yang diuji dengan hartanya, ada yang diuji dengan rumah tangganya, ada yang diuji dengan dirinya sendiri. 

Mungkin saya harus selesai dulu dengan ujian yang saya sebut terakhir, sebelum melangkah ke ujian jenjang berikutnya.

Kalau ditanya apa kabar sekarang? Alhamdulillah 99,999% saja sudah baik saja. Masa lalu tidak untuk dilupakan. Karena semakin keras kita melawan, semakin kita akan terjerat karenanya.

Masa lalu adalah bagian dari yang membentuk kita saat ini. Suka atau duka, itu adalah sejarah yang selamanya akan terukir indah.

Semakin hari, semakin usia bertambah, cara pandang kita terhadap masa lalu lah yang menjadi berbeda. Hubungan dengan orang tua kini perlahan semakin membaik walau harus terpisah jarak dan waktu. 

Tapi itu semua, membuat saya semakin menghargai bahwa tanda sayang sebetulnya hanya sederhana. Cukup dengan kabar.

Kiranya dengan cerita ini, semoga apa yang saya ceritakan tidak hanya berakhir di cerita. Tapi juga bisa menjadi hikmah.

Di saat teman-teman juga sudah mengalami fase hidup yang beragam, saya merasa ini waktu yang tepat untuk saya rilis cerita ini. Dan kiranya, teman-teman sudi memaafkan kesalahan saya di masa lalu, dan bisa menerima cerita ini dengan bijaksana.

Last but not least, saya berdoa semoga teman-teman Enrich di manapun berada, mendapat perlindungan dari Allah SWT. Selalu sehat dan dimudahkan rejekinya. Serta senantiasa didekatkan dengan hal-hal yang baik.

Sedikit permintaan, selipkanlah nama saya di dalam doa teman-teman. Mungkin doa saya terlalu jauh untuk mencapai langit. Tapi kita tidak pernah tahu, ada kehidupan sukses yang kita rasakan saat ini, adalah buah keikhlasan dari doa yang dipanjatkan oleh teman kita.

Aamiin YRA.

Bandung, 17 Juli 2023

 

Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ke RajaLubis. Tinggalkan jejak dengan mengisi kolom komentar yang ada. Kami tidak memoderasi kolom komentar, jadi silakan re-cek kembali sebelum berkomentar. Hindari komentar dengan memberikan link hidup, sapaan yang salah, dan atau kata-kata kasar.