Untuk informasi seputar review film dan info perfilman, silakan kunjungi RajaSinema

Mengenal SOS Children's Village Indonesia, Organisasi Sosial Bagi Anak yang Kehilangan Pengasuhan Orang Tua

Setiap kali saya pergi ke mall untuk nonton film di bioskop, kerap kali ditemui stand-stand komunitas/organisasi sosial, yang biasanya berada di dekat eskalator. Terkadang jika waktu saya masih luang, rasa penasaran saya selalu muncul dan ingin sekali berbincang santai tentang program mereka.

Seperti kemarin, sehabis saya nonton film Semes7a (baca: Semesta) di XXI Empire Bandung Indah Plaza, tepat di depan XXI, seseorang menghampiri saya meminta waktu untuk berbincang. Karena terburu-buru mau makan, awalnya tidak terlalu saya perhatikan. Namun setelah melihat x-banner-nya, SOS Children's Villages Indonesia, saya pun tertarik. Kenapa?

Salah satu yang membuat saya tertarik karena beberapa hari sebelum ini, tepatnya pada Jumat, 7 Februari 2020 lalu, saya menghadiri salah satu kegiatan SOS Children's Village Indonesia di Hotel Hilton Bandung. Kegiatannya berupa wisuda anak didik SOS Children's Village Indonesia yang telah lulus pendidikan di empat hotel yang bekerjasama, salah satunya adalah Hilton Bandung.

Suasana graduation yang cukup haru

Saya baru pertama kali mengenal SOS Chidren's Village Indonesia. Dan begitu tertarik ketika Gregor Hadi Nitihardjo, National Director SOS Children’s Villages Indonesia, memperkenalkan sekilas tentang organisasi ini.

Singkatnya, SOS Children's Village Indonesia adalah organisasi sosial non-profit  yang menyediakan pengasuhan alternatif bagi anak-anak yang telah atau beresiko kehilangan pengasuhan orang tua. Saya sendiri suka sedih dan terharu jika melihat anak-anak yang kurang beruntung dalam hal pengasuhan. Seketika membawa saya pada memori ketika saya SMP.

Waktu SMP saya menjadi ketua GTA (Gerakan Teman Asuh) yang kurang lebih fokusnya sama dengan SOS Children's Village Indonesia. GTA adalah organisasi intra sekolah yang bertujuan agar anak-anak yang kurang beruntung dalam hal ekonomi tetap mendapatkan haknya untuk belajar.

Yang menarik dari SOS Children's Village Indonesia adalah penggunaan kalimat 'anak-anak yang telah atau beresiko kehilangan pengasuhan orang tua'. Hal ini juga mengingatkan saya atas wejangan kepala sekolah SMP saya yang meminta menggunakan kalimat 'kurang beruntung dalam hal ekonomi' dibanding kata 'miskin' atau 'kurang mampu'.

Bapak Gregor Hadi Nitihardjo - National Director SOS Children's Villages - (kiri) dan Bapak Kevin Girard - General Manager Hilton Hotel Bandung - (kanan)

Seiring dengan flashback masa remaja, perlahan saya pun larut ketika para wisudawan dipanggil satu - persatu ke atas panggung. Yang pertama dipanggil adalah Susi Susanti dari Flores. Ya, namanya sama dengan atlet kebanggaan Indonesia. Saya yang melihat dari kursi berjarak 50 meter dari panggung ikut terharu kala setiap wisudawan diperlihatkan before dan after-nya.

"Bukan, bukan. Ini bukan untuk menunjukkan fisik/muka mereka yang berubah. Tapi ingin menunjukkan bagaimana pihak hotel begitu serius melakukan pendidikan ini", begitulah ucap MC pertama kali memulai prosesi wisuda.

Susi (kanan), salah satu peserta YCI dari Flores

Kerjasama antara SOS Children's Village Indonesia dengan empat hotel (Hilton Bandung, Courtyard by Marriott, Four Points by Sheraton, dan Sheraton Hotel dan Tower) dijalin berbarengan dengan Youth Career Initiative (YCI). YCI sendiri adalah lembaga internasional yang memberikan pendidikan keterampilan kerja bagi anak muda dengan tujuan meningkatkan kapasitas kerja dalam industri pariwisata.

Dan wisuda kali ini merupakan kali keempat. Sebelumnya Program YCI batch I diikuti oleh 6 remaja pada semester pertama 2018, dilanjutkan batch II pada semester keduanya dengan total 14 peserta, dan batch III pada paruh pertama 2019 diikuti 16 peserta.

Sementara untuk batch IV sendiri diikuti oleh 18 anak muda SOS Children’s Villages yang berasal dari Flores, Jakarta, dan Yogyakarta yang dilaksanakan sejak Agustus 2019 hingga Januari 2020.

Seluruh wisudawan, manajemen hotel, dan pihak SOS berfoto bersama seusai acara

Para lulusan YCI ini dibekali kemampuan teknis dan non-teknis guna menunjang kehidupannya di masa yang akan datang. Yang paling saya salut adalah bagaimana YCI menumbuhkan kemampuan non-teknis para lulusannya. Mereka sangat percaya diri, berkomunikasi di depan orang banyak, dan itu sangat tidak gampang.

Mereka yang mungkin berpikir tidak memiliki masa depan, melalui program ini mereka adalah anak muda harapan. Beberapa dari mereka ada yang bekerja langsung di hotel tempat pelatihan, tapi ada juga yang melanjutkan pendidikan, atau bekerja di kampung halamannya.

Wajah-wajah yang riang gembira. Welcome to the real world!

Jika seringkali di media sosial khususnya twitter, banyak yang berkomentar 'Alhamdulillah masih ada orang baik', ketika suatu kejadian positif viral, percayalah kebaikan itu sesungguhnya banyak dan ada di sekeliling kita.

Bukan, bukan karena kebaikan itu tidak ada, tapi tertutup oleh berita-berita yang buruk yang mungkin jumlahnya hanya setetes air di lautan. Dan semoga sedikit tulisan ini pun bisa mengabarkan kebaikan yang mendatangkan manfaat. Aamiin!
Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ke RajaLubis. Tinggalkan jejak dengan mengisi kolom komentar yang ada. Kami tidak memoderasi kolom komentar, jadi silakan re-cek kembali sebelum berkomentar. Hindari komentar dengan memberikan link hidup, sapaan yang salah, dan atau kata-kata kasar.